Al-Fatah..
Kehidupanku tak lepas dari kisahmu..
Membentangkan hasrat hati untuk mendekat pada-Nya di bawah atapmu..
Engkau rumah umat ini, membentang dalam setiap lantunan doa dan sujud mereka..
Memberikan ketenangan ketika di dalamnya..
Namun.. kini engkau seperti lepas dari tatapan umat
Rapuh dalam bias-bias keagungan..
Maafkan aku yang belum mampu kembali memakmurkanmu..
Maafkan aku yang belum mampu menyadarkan mereka..
Izinkanlah aku tetap dalam asuhan atapmu..
Untuk terus mendoakan mereka hingga mereka kembali dan menjadikanmu lautan sujud dan doa..
Al-Fatah.. Surauku..
Membentangkan hasrat hati untuk mendekat pada-Nya di bawah atapmu..
Engkau rumah umat ini, membentang dalam setiap lantunan doa dan sujud mereka..
Memberikan ketenangan ketika di dalamnya..
Namun.. kini engkau seperti lepas dari tatapan umat
Rapuh dalam bias-bias keagungan..
Maafkan aku yang belum mampu kembali memakmurkanmu..
Maafkan aku yang belum mampu menyadarkan mereka..
Izinkanlah aku tetap dalam asuhan atapmu..
Untuk terus mendoakan mereka hingga mereka kembali dan menjadikanmu lautan sujud dan doa..
Al-Fatah.. Surauku..
Sebait syair di atas
seolah menggambarkan apa yang ada di benak Latief. Dialah Muhammad Latief,
seorang mahasiswa semester delapan di sebuah universitas swasta di Riau yang
pikirannya dalam beberapa minggu terakhir terus tertuju pada sebuah masjid di
kampusnya.
Sebuah masjid dengan nama yang tersemat padanya : al-Fatah. Masjid al-Fatah telah gemilang menarik perhatiannya. Hatinya tidaklah sedingin salju tatkala di pelupuk matanya, ternyata surau kampusnya kini tak lagi diperhatikan oleh para rektorat maupun para mahasiswa. Kini, riwayat al-Fatah kumuh,,, tak terurus...
“MasyaAllah... al-Fatah
benar-benar diambang batas” Ujar Latief sembari menatap masjid al-Fatah dari
arah depan menuju pintu masuk masjid. Seketika itu, ia menatap keadaan Masjid
al-Fatah.
“Maksud antum? Kok
diambang batas?” Arkam –teman sefakultas Latief- menimpali pernyataan Latief
sembari mengkuti langkah Latief yang hendak masuk ke Masjid al-Fatah
“Iya,,, maksud ana,,,
liat aja masjid ini... Sangat memprihatinkan... Jama’ah hanya ada saat dzuhur
dan asyar saja yang shalat di sini. Hijabnya transparan dan tak layak dipakai.
Tak ada lemari untuk menyimpan al-Quran dan kitab-kitab bacaan. Kala hujan, air
pun seperti air terjun menapaki lantai-lantai masjid karena banyaknya atap yang
bocor. Belum lagi, kita LDK setiap kali akan memakai masjid ini, harus meminta
surat izin. Masjid kan milik ummat. Masa harus pakai surat izin segala. Toh
kita juga pakai masjidnya untuk dakwah. Selama ini juga, kita tak pernah
mendapat informasi secara transparan tentang struktur kepengurusan dan keuangan
masjid ini. Benar-benar, al-Fatah seperti diambang batas kematian.” Latief yang
tak lain adalah ketua LDK di kampusnya sudah begitu hafal dengan nuansa masjid
al-Fatah karena selama ini, ia selalu berurusan dengan al-Fatah untuk agenda
dakwah.
“Ya sich, Akh. Tak ada
ruh keimanan lagi di masjid ini. Orang-orang tanpa menutup aurat bebas lalu
lalang di masjid ini. Tak ada lagi lantunan dzikir di masjid ini. Sujud dan doa
pun tak lagi mewarnai rona hidup al-Fatah.” Arkam bersepakat dengan
pernyataan Latief
“Sayang sekali jika rumah
Allah ini mati. Bukankah hidup kita selama ini tak bisa lepas dari masjid? Ana
ingat tentang satu sabda nabi kita :
Ada tujuh golongan yang akan Allah naungi
mereka pada hari tiada naungan selain naungan Allah yaitu: …
-diantaranya-: “dan seorang yang terikat (hatinya) dengan masjid ketika
ia keluar hingga ia kembali ke masjid …” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari
Abu Hurairah)
Ana ingin kita semua,
khususnya seluruh mahasiswa, dosen, dan semua yang berada di lingkungan kampus
ini, menjadi barisan pasukan umat Rasulullah yang senantiasa terpaut dengan
masjid juga senantiasa memakmurkan masjid. Inilah masjid, tempat kita bisa menempa
ilmu. Bukankah dulu kehidupan utama umat islam di masjid? sekarang saja banyak
yang menyempitkan fungsi masjid sebagai tempat untuk ibadah saja. Padahal, dulu
masjid adalah pusat pemerintahan islam.” Setelah mengamati area masjid, kini
Latief dan Arkam duduk di serambi masjid
“Itu juga karena nggak
ada kesadaran dari umat islam sendiri akan pentingnya memakmurkan masjid” Arkam
turut mengikuti Latief yang menyandarkan tubuhnya di dinding serambi masjid
“Naahh... makna
‘memakmurkan masjid’ saja masih belum jelas dibenak saudara-saudara kita. Andai
saja mereka mengerti maksud Firman Allah dalam QS At-Taubah : 18” Latief segera
menyahut pernyataan Arkam tentang memakmurkan masjid
“Memang ayat itu tentang
apa, Akh?” Arkam belum hafal tentang QS At-Taubah : 18
“Hanyalah yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang
yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan sholat,
menuaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka
merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang
mendapat petunjuk. “ Latief membacakan QS At-Taubah : 18 diluar kepala secara fasih
dan tartil.
“Setiap amal yang baik
pasti ada nilai keutamaan yang telah ditetapkan oleh Allah swt dan Rasul-Nya.
Keutamaan yang sedemikian besar biasanya memotivasi kita selaku muslim untuk
selalu melaksanakan kebaikan itu. Begitu pula bila kita memakmurkan masjid
sehingga menjadi penting untuk kita pahami nilai keutamaannya.” Lanjut Latief
“Memangnya yang antum
tahu, apa keutamaan memankmurkan masjid, Akh?” Tanya Arkam
“Waahh.. Banyak banget...
Pertama, dengan memakmurkan masjid berarti hal itu Membuktikan
Kebenaran Iman”Latief menjawab penuh semangat
“Lho... maksudnya gimana,
Akh? apakah muslim yang nggak datang ke Masjid berarti nggak beriman?”
“Begini maksudnya. Kedatangan seorang muslim ke
masjid dalam rangka memakmurkan masjid dengan berbagai aktivitas yang
bermanfaat bagi diri, keluarga dan masyarakatnya membuatnya harus diakui
sebagai orang yang dapat membuktikan keimanan, karenanya kitapun tidak perlu
lagi meragukan keimanan orang yang suka datang ke masjid, Rasulullah saw
bersabda yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dari Abu
Sa’id Al Khudri
Apabila kamu sekalian melihat seseorang
biasa ke masjid, maka saksikanlah bahwa ia benar-benar beriman
“Hemm... lalu keutamaan memakmurkan
masjid apa lagi, Akh?” Suasana pembicaraan Latief dan Arkam tetap santai namun
serius
“Keutamaan kedua bagi yang memakmurkan
masjid adalah Mendapatkan Perlindungan Pada Hari Kiamat. Orang yang sering datang ke masjid dalam rangka
memakmurkannya menunjukkan bahwa ia memiliki ikatan batin dengan masjid.
Kecintaan kita kepada masjid memang seharusnya membuat hati kita terpaut
kepadanya sejak kita keluar dari masjid hingga kembali lagi ke masjid. Manakala
seseorang telah memiliki ikatan hati yang begitu kuat dengan masjid, maka dia
akan menjadi salah satu kelompok orang yang kelak akan dinaungi oleh Allah pada
hari akhirat, Rasulullah saw bersabda:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِى ظِلِّهِ يَوْمَ لاَظِلَّ
اِلاَّظِلُّهُ:..وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ بِالْمَسْجِدِ إِذَاخَرَجَ مِنْهُ
حَتَّى يَعُوْدَ اِلَيْهِ.
Ada tujuh golongan orang yang akan dinaungi Allah
yang pada hari itu tidak ada naungan kecuali dari Allah: …seseorang yang
hatinya selalu terpaut dengan masjid ketika ia keluar hingga kembali kepadanya
(HR. Bukhari dan Muslim).
Apabila hati seseorang telah memiliki rasa cinta
dan terpaut kepada masjid, tidak hanya akan membuat ia betah jika berada di
dalam masjid, tapi juga pembinaan yang didapat dari masjid akan memberikan
pengaruh yang sangat positif terhadap seluruh aktivitasnya di luar masjid.
Keutamaan yang ketiga
yaitu akan mendapat Derajat Yang Tinggi dan Ampunan. Naaah...
kalau kita ingin mencapai derajat yang tinggi dan memperoleh ampunan dari Allah
SWT, untuk meraihnya bisa dilakukan dengan datang ke masjid dalam rangka
memakmurkannya. Manakala seorang muslim suka ke masjid, maka langkah-langkah
kakinya akan dinilai sebagai penghapus dosa dan pengangkat derajat, seperti
sabda Rasulullah Saw :
صَلاَةُ الرَّجُلِ فِى جَمَاعَةٍ تَضْعُفُ عَلَى صَلاَتِهِ فِى
بَيْتِهِ وَسُوْقِهِ خَمْسًا وَعِشْرِيْنَ ضِعْفًا وَذَالِكَ أَنَّهُ إِذَا
تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوْءَ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الْمَسْجِدِ
لاَيُخْرِجُهُ إِلاَّ الصَّلاَةُ لَمْ يَخْطُ خُطْوَةً إِلاَّ رُفِعَتْ
لَهُ بِهَا دَرَجَةٌ وَخُطَّ عَنْهُ بِهَا خَطِيْئَةٌ فَإِذَا صَلَّى لَمْ
تَزَلِ الْمَلاَئِكَةُ تُصَلِّى عَلَيْهِ مَادَامَ فِى مُصَلاَّهُ مَالَمْ
يحدثْ اَللَّهُمَّ صَلِّى عَلَيْهِ اَللَّهُمَّ ارْحَمْهُ وَلاَيَزَالُ فِى
صَلاَةٍ مَاانْتَظَرَ الصَّلاَةَ
Shalat seseorang
dengan berjamaah itu melebihi shalatnya di rumah atau di pasar sebanyak
dua puluh lima kali lipat. Sebabnya ialah karena bila ia berwudhu dilakukannya
dengan baik lalu pergi ke masjid sedang kepergiannya itu tiada lain dari hendak
shalat semata-mata, maka setiap langkah yang dilangkahkannya, diangkatlah
kedudukannya satu derajat dan dihapuskan dosanya sebuah. Dan jika ia sedang
shalat, maka para malaikat memohonkan untuknya rahmat selama ia masih berada di
tempat shalat itu selagi ia belum berhadats, kata mereka: “Ya Allah, berilah
orang ini rahmat, Ya Allah kasihilah dia. Dan orang itu dianggap sedang shalat
sejak ia mulai menantikannya (HR. Bukhari dan Muslim)
Di
dalam hadits lain, Rasulullah saw juga bersabda:
مَنْ تَطَهَّرَ
فِى بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوْتِ اللهِ
لِيَقْضِيَ فَرِيْضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللهِ كَانَتْ خُطُوَاتُهُ إِحْدَاهَا
تَحُطُّ خَطِيْئَتَهُ وَاْلأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَتَهُ
Barangsiapa yang bersuci di rumahnya kemudian ia berjalan untuk
mendatangi salah satu masjid diantara masjid-masjid Allah, demi menunaikan
suatu kewajiban dari kewajiban-kewajiban yang ditetapkan Allah, maka salah satu
dari setiap langkahnya itu akan menghapuskan dosa serta langkah yang satunya
lagi akan mengangkat derajatnya (HR. Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Tirmidzi
dan Hakim).
“SubhaanaaAllah bagi ahli yang memakmurkan masjid ya, Akh?” mata
Arkam berbinar mendengar penyampaian Latief
“Begitulah.... Masih ada lagi nie
keutamaan memakmurkan masjid. Keutamaan yang keempat yaitu mendapat Ketenangan
dan Rahmat. Memakmurkan masjid membuat seorang muslim akan memperoleh ketenangan,
rahmat dan kemampuan melewati jembatan menuju surga, Rasulullah saw bersabda:
اَلْمَسْجِدُ بَيْتُ كُلِّ تَقِيٍّ وَتَكَفَّلَ اللهُ لِمَنْ
كَانَ الْمَسْجِدُ بَيْتَهُ بِالرُّوْحِ وَالرَّحْمَةِ وَالْجَوَازِ عَلَى الصِّرَاطِ
اِلَى رِضْوَانِ اللهِ اِلَى الْجَنَّةِ.
Masjid itu adalah rumah setiap orang yang bertaqwa, Allah memberi
jaminan kepada orang yang menganggap masjid sebagai rumahnya, bahwa ia akan
diberi ketenangan dan rahmat serta kemampuan untuk melintasi shiratal mustaqim
menuju keridhaan Allah, yakni syurga (HR. Thabrani dan Bazzar dari Abud Darda ra).
Keutamaan yang kelima yaitu jika
kita Menanti Shalat Dianggap Shalat. Maksudnya, orang yang melaksanakan shalat berjamaah di masjid
amat bagus bila menanti beberapa saat sebelum masuk waktu shalat agar ia tidak
termasuk orang yang terlambat. Manakala ia menanti pelaksanaan shalat
berjamaah, maka penantiannya itu termasuk dinilai sebagai waktu yang digunakan
untuk shalat, ini berarti bila shalat hanya berlangsung lima menit dan ia
menantikan pelaksanaan shalat selama lima menit, maka ia seperti melaksanakan
shalat selama sepuluh menit, demikian yang kita pahami dari hadits di atas.
Karena itu, menanti shalat berjamaah memiliki keistimewaan tersendiri bagi kaum
muslimin, Rasulullah saw bersabda:
لاَ يَزَالُ أَحَدُكُمْ فِى صَلاَةٍ مَادَامَتِ الصَّلاَةُ
تَحْبِسُهُ لاَ يَمْنَعُهُ أَنْ يَنْقَلِبَ إِلَى أَهْلِهِ إِلاَّ الصَّلاَةُ
Selalu seseorang
teranggap dalam shalat selama tertahan oleh menantikan shalat, tiada yang
menahannya untuk kembali ke rumahnya hanya semata-mata karena menantikan shalat
(HR. Bukhari dan Muslim).
Keutamaan yang keenam
yaitu Langkah Yang Jauh Menambah Pahala Keutamaan yang juga
amat istimewa bagi orang yang melaksanakan shalat berjamaah adalah ia akan
memperoleh pahala yang lebih besar bila jarak tempuhnya menuju masjid atau
mushalla lebih jauh lagi karena langkah-langkah kakinya akan dihitung dan dicatat,
Rasulullah saw bersabda:
إِنَّ أَعْظَمَ النَّاسِ فِى الصَّلاَةِ أَجْرًا أَبْعَدُهُمْ
إِلَيْهَا مَمْشًى
Sesungguhnya orang yang
terbesar pahalanya dalam shalat adalah yang paling jauh perjalanannya (HR.
Muslim dari Abu Musa).
“Heemm...
Dengan keutamaan yang sedemikian besar dan mulia, seharusnya kita semakin
termotivasi untuk memakmurkan masjid ya, Akh” Arkam kini duduk serius sembari
memikirkan sesuatu
“Saya juga ingin sekali
memakmurkan masjid al-Fatah ini. Namun sayang, dari kemarin menghadap rektorat
agar al-Fatah diperbaiki tetap saja tak ada respon. Al-Fatah sangat butuh
banyak dana untuk direnovasi. Kita selaku LDK mana ada dana untuk memperbaiki
al-Fatah. Padahal Rasulullah bersabda yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan
al-Baihaqi
Barangsiapa membangun sebuah masjid karena/untuk Allah walau
seukuran sarang (kandang) burung atau lebih kecil dari itu, maka Allah akan
membangunkan untuknya rumah di dalam syurga.”
Luar biasa sekali bagi
orang-orang yang membangun masjid, termasuk yang menginfakkan hartanya untuk
membangunnya.” Latief lagi-lagi berbicara tanpa omong kosong, gaya khas
bicaranya selalu menautkan dalil-dalil baik itu dari al-Quran maupun al-Hadits
“Al-Fatah harus
diselamatkan, Akh. Kita harus tetap berusaha agar riwayat al-Fatah tak lagi
diambang batas kematian”
“Iya... antum benar. Kita
kan bagian dari al-Fatah juga. Kita harus terus berusaha agar dalam naungan
al-Fatah ini, maka asma-Nya kembali dilantunkan. Kelak, bias-bias keagungan
akan menggema lagi di masjid ini.”
“Terus... kita harus
ngapain ni, Akh? gimana caranya supaya al-Fatah hidup lagi dan banyak yang
sadar untuk memakmurkan masjid ini?” Arkam begitu bersemangat ingin memakmurkan
al-Fatah kembali
“Tentunya dakwah tidak
boleh kita lepaskan. Terus menyebarkan risalah-Nya. Kita bangun kesadaran umat dari
semua kalangan untuk terus terikat dengan hukum Allah termasuk perkara
memakmurkan masjid juga penting. Untuk pihak kampus juga, kita harus terus
memahamkan mereka agar mau kembali mengurus al-Fatah, bisa dengan mendukung
dalam bentuk dana untuk memperbaiki al-Fatah dan sebagainya”
“Sepakat, Akh.” Arkam
mengangguk setuju
“Ya sudah, sore ini kita
kumpul di sekretariat LDK untuk bahas tentang kondisi al-Fatah dan kita
cari solusinya. Kita hubungi anggota LDK lain. Tolong antum bantu ana untuk
menyebarkan info rapat nanti ke LDK divisi 2 dan ana infokan ke divisi 1”
“Siaapp Amir” Arkam dan
anggota LDK lain memang sering memanggil Latief dengan sebutan AMIR yang
artinya pemimpin karena ia adalah ketua LDK.
Rasanya belum puas untuk bergabung, tetapi waktunya utk focus pada tujuan awal...
ReplyDeletewaktu ku tinggal sedikit, berikan yg terbaik buat AL-FATAH tercinta...
love you ...
By : dedi al-fatah
Keren...
ReplyDeletesemoga kita Diberikan ke istiqomahan dalam menghidupkan Masjid Al-Fatah,dan berdakwah di universitas lancang kuning,agar bisa membuktikan unilak adalah universitas kebanggaan masyarakat Riau...Allahuakbar..
ReplyDeleteBy: Zainudin Hasibuan.